Review http://wwwmozillacom.blogspot.com/ on alexa.com
Josha Kilpek

Jelajahi isi Blog ini







Senin, 02 Juli 2012

Marzuki Usul Menteri Pemberdayaan Perempuan Diisi Laki-Laki


Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Marzuki Alie mengusulkan agar Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak diisi oleh laki-laki. Langkah itu, menurut Marzuki, agar laki-laki lebih peduli terhadap kaum perempuan.

Usulan itu disampaikan Marzuki dalam Seminar "Peran Anggota Parlemen Laki-Laki dalam Pencapaian Kesetaraan Gender" di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (2/7/2012).

Seminar itu dihadiri Ketua Dewan Perwakilan Daerah Irman Gusman, Ketua Komnas Perempuan Yuniyanti Chuzaifah, para politisi perempuan, pemerhati isu perempuan, dan mahasiswa.

"Mungkin ada baiknya Menteri Pemberdayaan Perempuan diisi laki-laki. Supaya ada kepedulian laki-laki terhadap perempuan. Kalau perempuan, pasti peduli dengan perempuan. Mudah-mudahan Menteri Pemberdayaan Perempuan diganti laki-laki," kata Marzuki disabut tepuk tangan dan tawa para hadirin.

Marzuki mengakui, peran anggota Dewan laki-laki masih kurang dalam memperjuangkan isu-isu perempuan lantaran tidak semua anggota paham kesetaraan gender. Pemahanan kekerasan berbasis gender hanya berkaitan dengan kekerasan fisik. Padahal, perbuatan tidak menyenangkan, merugikan, membahayakan, menyakiti fisik maupun seksual, ancaman, paksaan, dan lainnya termasuk kekerasan berbasis gender.

Bahkan, Marzuki menyebut, tanpa sadar budaya patriaki masih dilakukan di lingkungan parlemen. "Budaya patriaki sering kali kita lakukan yang dianggap tidak masalah. Akibatnya, terjadi kekerasan berbasis gender," kata poltisi Partai Demokrat itu.

Marzuki juga menyinggung belum tercapainya 30 persen perempuan di parlemen meskipun setiap parpol diwajibkan memasukkan 30 persen calon legislatif dari perempuan. Hasil Pemilu Legislatif tahun 2009, politisi perempuan hanya 18 persen dari 560 anggota Dewan.

Untuk itu, Marzuki berharap agar ke depan peran politisi laki-laki lebih ditingkatkan dalam membahas isu perempuan. Selain itu, perlu dikaji peraturan perundang-undangan yang tidak berpihak pada kesetaraan gender. "Kikis budaya patriaki yang membungkus parlemen," pungkas Marzuki.
homepage:http://nasional.kompas.com

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 5011. wwwGooglecom . All Rights Reserved
Home | Company Info | Contact Us | Privacy policy | Term of use | Widget | Site map
Design not original by Siphe Mamahnya Qiral . Published by Josha Kiplek